Prof Philip Kottler, Phd dan Prof. Dr. Basu Swastha Dharmmetha, Dosen Marketing Management Marissa Haque di FEB, UGM
Bicara Pemasaran Stratejik Ekonomi Kreatif BMT, Prof Dr Basu Swatha Dharmmestha, Marissa Haque dan Meta Thereskova
Selasa, 24 Agustus 2010
BMT & Merevitalisasi Industri Kreatif Indonesia
Tahun 2010 ini merupakan babak baru bagi perdagangan ASEAN – Cina yang diantara anggota-anggota negara akan berupaya meraih pasar bagi produk-produk domestik mereka. Hubungan multilateral ini memiliki manfaat bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara yang menandatangai perjanian ACFTA karena adanya kelonggaran fiskal antara negara yang satu dengan yang lainnya. Setidaknya ini akan punya dampak untuk menstimulus gairah perekonomian di setiap negara meskipun masih saja ada persoalan-persoalan rumah yang mesti diselesaikan untuk memaksimalkan perdagangan bebas ini.
Nah, Indonesia yang menjadi bagian dari negara-negara yang menyepakati perjanjian ACFTA punya peluang diantara dua pilihan. Peluang untuk meraup pertumbuhan ekonomi dengan memenangkan kompetisi pasar ini, atau hanya menjadi pasar, yang dengan ini kalah dalam persaingan. Gelagat pemerintah akhir tahun 2009 lalu menunjukkan ketidaksiapan Indonesia dalam kompetisi perdagangan bebas ini. Wacana-wacana moratorimum dan review perjanjian sempat muncul. Ini tentu mengecewakan. Sebab gerbang tahun 2010 sudah terbuka, sehingga pemerintah mau tidak mau, suka tidak suka, kesiapan industri dalam negeri tetap harus diikutsertakan dalam persaingan global ini.
Kini yang menjadi prioritas tanpa perlu menghujat celah-celah kekurangan adalah mengkontruksi industri dalam negeri yang kompetitif dalam jangka pendek dan membangun perekonomian nasional yang terus bertumbuh secara konsisten. Sudah terlanjurnya perdagagan bebas ini berjalan, maka usaha-usaha memperkuat basis industri kreatif-lah yang sekiranya bisa menjaga tingkat kompetitifitas Indonesia pada pevel yang tidak mengkhawatirkan. Sembari pemerintah terus-menerus berupaya mengkontruksi perekonomian secara makro. Sehingga yang menjadi langkah awal dalam merevitalisasi industri kreatif dalam negeri adalah akses permodalan yang mudah dan saling menguntungkan. Dalam hal ini perlu adanya institusi keuangan yang mendukung akses modal tersebut yang memiliki karakteristik mendukung penuh sektor riil dan memperkuat basis ekonomi masyarakat. Oleh sebab industri kreatif bermula dari adanya kreatifitas bernilai ekonomi di masyarakat, maka institusi keuangan yang mau dan mampu untuk memberikan pembiayaan dan pendampingan-lah yang harus jad pilihan utmama untuk dikembangkan.
Kini yang menjadi prioritas tanpa perlu menghujat celah-celah kekurangan adalah mengkontruksi industri dalam negeri yang kompetitif dalam jangka pendek dan membangun perekonomian nasional yang terus bertumbuh secara konsisten. Sudah terlanjurnya perdagagan bebas ini berjalan, maka usaha-usaha memperkuat basis industri kreatif-lah yang sekiranya bisa menjaga tingkat kompetitifitas Indonesia pada pevel yang tidak mengkhawatirkan. Sembari pemerintah terus-menerus berupaya mengkontruksi perekonomian secara makro. Sehingga yang menjadi langkah awal dalam merevitalisasi industri kreatif dalam negeri adalah akses permodalan yang mudah dan saling menguntungkan. Dalam hal ini perlu adanya institusi keuangan yang mendukung akses modal tersebut yang memiliki karakteristik mendukung penuh sektor riil dan memperkuat basis ekonomi masyarakat. Oleh sebab industri kreatif bermula dari adanya kreatifitas bernilai ekonomi di masyarakat, maka institusi keuangan yang mau dan mampu untuk memberikan pembiayaan dan pendampingan-lah yang harus jad pilihan utmama untuk dikembangkan.
Kedua, kegiatan komersil yang menumbuhkan dari sisi ekonomi. (Muhammad Ridwan). Dengan adanya dua kegiatan ini setidaknya akan memberkan double solution yang menjadi permasalahan ekonomi masyarakat. Yang pertama adalah solusi persiapan ekonomi rumah tangga (household) yang menjadi dasar dan syarat membangun industri kreatif. Yang kedua adalah memberikan pembiayaan modal sekaligus pendampingan (asistensi) dalam pengembangan isdustri kreatif. Kedua solusi itu terangkum dalam dua kegiatan BMT. Kasus yang pertama diatasi dengan dana Zakat, Infaq dan Sodakoh (ZIS) dan untuk kasus kedua kegiatan pembiayaan BMT yang bersifat komersil murni.
Industri kreatif kini mebutuhkan dukungan yang sangat besar. Terlebih dalam upaya mendorong kompetisi produk dalam negeri yang berdaya saing global. Industri kreatif yang kini setidaknya terdiri dari berbagai macam kelompok kegiatan, seperti kerajinan, seni, design, dan sebagainya. Industri riil demikianlah yang akan membangun ekonomi masyarakat sekaligus sebagai penyumbang terbesar PDB nasional. Mengingat PDB Indonesia disupport paling besar dari sector riil.
PDB Indonesia yang meningkat kadang bias dengan kenyataan di masyarakat. Pertumbuhan PDB dianggap telah menigkatkan kesejahteraan. Padahal belum tentu. Dengan revitalisasi industri kreatif, maka kenyataan itu akan benar adanya. Senyata-nyatanya. Kehadiran BMT bagi industri kreatif akan memberikan angin segar bagi perkembangannya. BMT yang saat ini berkisar antara 3000 – 4000 unit. Dengan jumlah demikian, setidaknya akan mampu mengembangkan industri kreatif suatu daerah dengan sebaran konsentrasi BMT yang paling banyak diantara wilayah lain. Idealnya adalah tiap tingkat desa atau kelurahan memiliki institusi keuangan ini. Sehingga, secara agregat level kompetitif ekonomi Indonesia akan tetap terjaga dan dalam jangka panjang mampu menciptakan industri dalam negeri yang “bisa unjuk gigi”. Semoga saja.
Sumber: http://erwinnomic.blogspot.com/2010/08/bmt-merevitalisasi-industri-kreatif.html | |
---|---|